A. MEKANISME PENANGANAN NYERI DENGAN
MENGGUNAKAN TERAPI MUSIK
Bermain musik adalah kegiatan yang penting disemua
kebudayaan dan masyarakat, sebagai cara untuk mengekspresikan diri dan
berkomunikasi. Hampir semua orang bisa merasakan dampak yang kuat dari musik.
Musik bisa merangsang timbulnya perasaan gairah, damai, sedih ataupun gembira. Terapi
musik terdiri dari kegiatan mencipta dan mengolah musik, menggunakan berbagai
instrument dan suara manusia, sebagai cara untuk membantu seorang pasien
mengkomunikasikan perasaan dan pemikiran mereka yang terdalam, maupun
gejala-gejala yang lain.
Terapi musik bisa membantu penderita mengatasi
berbagai keluhan dan gangguan, terutama gangguan intelektual dan kesulitan
belajar. Namun, mereka yang memiliki gangguan atau cacat fisik juga bisa
memperoleh manfaat, terutama mereka yang perlu meningkatkan kemampuan nafas,
aqtau ingin meningkatkan rentang kemampuan geraknya sepertinpasien stroke yang
menderita kelumpuhan. Sesinterapi musikn akan dipimpin oleh seorang terapi yang
terlatih, yang memiliki kualifikasi dalam bidang musik. Layanan ini biasanya
bisa diperoleh di rumah sakit yang besar. Banyak terapis musik yang mengajar di
rumah-rumah ataupun disekolah umum, dan permintaan seperti ini jauh melebihi
tenaga yang tersedia. Pendekatan yang dilakukan tergantung pada masalah pasien.
Jika pasien adalah seorang anak yang intelektualnya mangalami gangguan dan
sulit atau tidak bisa berbicara, biasanya terapis akan membangun relasi dengan
menggunakan pelbagi instrument, suara-suara vocal yang dhasilkannya
bersama si pasien, dan pengalaman berbagi
dalam menciptakan musik. Dengan pasien yang cacat fisik atau memiliki masalah
psikologis atau kejiwaan, ia menggunakan pendekatan yang lain lagi.
Pada dasarnya, setiap orang akan bereaksi dalam satu
dan lain cara, dengan mengamati pengalaman bermusik. Karena itu terapi musik
biasanya membawa manfaat bagi setiap orang termasuk penderita stroke, walaupun
sebelumnya tidak memiliki kemampuan, pengetahuan, ataupun pengalaman bermusik.
Mendengar musik tidak hanya meningkatkan
intelegensi, namun juga membantu penyembuhan penyakit.
Dr. Raynond Bahr, pemimpin lembaga jantung di rumah
sakit St. Agnes, Baltimore, amerika, mengemukakan bahwa setengah jam mendengar musik
klasik memiliki efek psikis yang sama dengan minum 10 miligram valiu.
Kedengarannya memang dramatis. Namuan yang penting adalah pengakuannya bahwa
musik klasik bisa menenangkan kondisi psikis seseorang.
Di Edmonton, Canada, musik dari string quartet Mozart
membuat prilaku pejalan kaki menjadi lebih tenang. Dan, sejak musik klasik
depergunakan deberbagai rumah sakit ataupun diruang prakti didokter disana.
Penggunaannya yang populer, antara lain adalah untuk membuat proses persalinan
atau operasi.
Menurut Mc
Caffrey musik dapat menciptakan suasana nyaman pada situasi yang tidak nyaman
seperti nyeri post operasi. Mc Caffrey telah melakukan penelitian tentang
terapi musik untuk penurunan nyeri pada osteoartritis, dia mendapatkan hasil
bahwa pasien yang diberi terapi musik selama 20 menit merasakan nyerinya
berkurang sebanyak 33% (Jerrad, 2004). Nilson, dkk (2003) menemukan bahwa
terapi musik pada intra operasi dan post operasi dapat menurunkan nyeri. Mereka
menyimpulkan bahwa musik mempunyai efek langsung jangka pendek dalam menurunkan
nyeri.
Musik sebagai
gelombang suara diterima dan dikumpulkan oleh daun telinga masuk ke dalam
meatus akustikus eksternus hingga membrana timpani. Oleh membrana timpani
bersama rantai osikule dengan aksi hidrolik dan mengungkit, energi bunyi
diperbesar menjadi 25–30 kali (rata-rata 27 kali) untuk menggerakkan medium
cair perilimf dan endolimf. Setelah itu getaran diteruskan hingga organ korti
dalam kokhlea dimana getaran akan diubah dari sistem konduksi ke sistim saraf
melalui nervus auditorius (N. VIII) sebagai impuls elektris. Impuls elektris
musik masuk melalui serabut saraf dari ganglion spiralis Corti menuju ke
nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang terletak pada bagian atas
medulla. Pada titik ini semua sinap serabut dan neuron tingkat dua diteruskan
terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di nukleus
olivarius superior.
Setelah melalui
nukleus olivarius superior, penjalaran impuls pendengaran berlanjut ke atas
melalui lemniskus lateralis kemudian berlanjut ke kolikulus inferior, tempat
semua atau hampir semua serabut ini berakhir. Setelah itu impuls berjalan ke
nukleus genikulata medial, tempat semua serabut bersinap, dan akhirnya
berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorius, yang terutama
terletak pada girus superior lobus temporalis. Dari korteks auditorius yang
terdapat pada korteks serebri area, jaras berlanjut ke sistem limbik, melalui
cincin korteks serebral yang disebut korteks limbik. Korteks yang mengelilingi
struktur subkortikal limbik ini berfungsi sebagai zona transisional yang
dilewati sinyal yang dijalarkan dari sisi korteks ke dalam sistem limbik dan
juga ke arah yang berlawanan.
Dari korteks
limbik, jaras pendengaran dilanjutkan ke
hipokampus, tempat salah satu ujung hipokampus berbatasan dengan nuklei
amigdaloid. Amigdala yang merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada
tingkat bawah sadar, menerima sinyal dari korteks limbik lalu menjalarkannya ke
hipotalamus. Di hipotalamus yang merupakan pengaturan sebagian fungsi vegetatif
dan fungsi endokrin tubuh seperti halnya banyak aspek perilaku emosional, jaras
pendengaran diteruskan ke formatio retikularis sebagai penyalur impuls menuju
serat saraf otonom. Serat saraf tersebut mempunyai dua sistem saraf yaitu
sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Kedua sistem saraf ini
mempengaruhi kontraksi dan relaksasi organ-organ.
Relaksasi dapat merangsang pusat rasa ganjaran
sehingga timbul ketenangan. Sebagai ejektor dari rasa rileks dan ketenangan yang
timbul, midbrain akan mengeluarkan gamma amino butyric acid (GABA),
enkephalin, beta endorphin. Zat tersebut dapat menimbulkan efek analgesia yang
akan mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi dan
interpretasi sensorik somatik otak.
Musik
dapat merangsang otak menghasilkan gelombang alpha yang dapat memacu pelepasan
β-endorphin dan serotonin yang
memiliki peranan dalam sistem analgesia. β-endorphin memiliki afinitas
tinggi terhadap reseptor opioid μ. Reseptor opioid berikatan dengan protein G,
yaitu protein yang terdapat pada permukaan sitoplasmik membran plasma. Protein
G diaktivasi oleh peningkatan cAMP (cyclic adenosine monophosphate), ion
Ca2+ (kalsium), atau fosfoinositid. Ikatan antara reseptor opioid
dengan protein G, khususnya protein Gi, menyebabkan penurunan enzim
adenilat siklase, yaitu enzim yang mengubah ATP (adenosine triphosphate)
menjadi cAMP, sehingga terjadi penurunan cAMP. Penurunan cAMP menyebabkan
berkurangnya permeabilitas membran terhadap ion-ion. Opioid, termasuk β-endorphin, memiliki
efek langsung terhadap neuron, yaitu : (1) menutup gerbang Ca2+ pada
ujung saraf presinaptik, sehingga influks Ca2+ berkurang, dengan
demikian mengurangi pelepasan transmiter nyeri seperti glutamat, asetilkolin,
norepinefrin, dan substansi P ; dan (2) menyebabkan hiperpolarisasi pada
neuron, sehingga menghambat neuron postsinaptik dengan membuka gerbang ion K+
(kalium), menyebabkan influks K+. Reseptor μ, δ, dan κ mengurangi
pelepasan transmiter dari ujung presinaps, sedangkan reseptor μ juga
menyebabkan hiperpolarisasi pada ujung postsinaps.
Pada sebagian
besar area SSP, serotonin memiliki aksi inhibisi yang kuat, terutama melalui
reseptor 5-HT1. Ikatan antara reseptor 5-HT1 dengan
protein Gi menyebabkan penurunan cAMP, selain itu terjadi
hiperpolarisasi akibat peningkatan ion K+. Pelepasan serotonin pada
permukaan terminal presinaptik sensorik juga menyebabkan neuron-neuron lokal
medulla spinalis menyekresi enkephalin. Enkephalin dapat menimbulkan hambatan
presinaptik dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C dan tipe Aδ di
mana mereka bersinaps di cornu dorsalis medulla spinalis. Serabut ini mencapai
inhibisi presinaptik dengan mengurangi konsentrasi Ca2+ intraseluler
dalam membran ujung saraf. Penghambatan Ca2+ akan menghasilkan inhibisi
presinaptik, karena ion Ca2+ lah yang menyebabkan pelepasan
transmiter pada sinaps.
Terapi musik merupakan jenis terapi psikofisika.
Artinya, berdampak langsung pada psikis maupun fisik, dua aspek yang tak
terpisahkan satu sama lain. Sebab, badan dan jiwa merupakan satu kesatuan. Dan,
musik sudah sejak lama dianggap sebagai perangkat misterius yang dapat
menyeimbangkan kerjasama antara tubuh dan jiwa.
Dalam pelaksanaannyan, terapi psikofisika terbagi
atas penekanan aktif dan pasif. Dengan pendekatan aktif, pasien yang
mendapatkan terapi, secara aktif
berpartisipasi. Contohnya, saat diperdengarkan musik pasien ikut
bernyanyi, bertepuk tangan, hingga mengikuti irama melalui gerak motorik
seperti menari.
Dalam pendekatan pasif, pasien lebih banyak berperan
sebagi pendengar. Walau sebenarnya, yang tampak pasif hanya motoriknya saja. Sementara aktifitas
mentalnya tetap berjalan aktif. Karena sebagai pendengar, pasien juga
menciptakan imajinasi-imajinasi. Dalam pendekatan pasif ini, terapis adakalanya
memberikan pencerahan untuk mengimajinasikan suatu hal tertentu (guided
imagery), atau memberikan kebebasan pada pasien, untuk mengikuti alur
imajinasinyan sendiri (freeflow imagery), atau memberikan kebebasan pada
pasien, untuk mengikuti alur imajinasinyan sendiri (freeflow imagery).
Hidayati, Sri Nur. 2005. Terapi Alternatif dan Gaya Hidup Sehat. Pradipta Publishing:
Yogyakarta
Lucky Club: Review and Sign-Up Bonus - Lucky Club Live
BalasHapusLucky Club Casino, the UK's number one online gambling site, brings you a large selection of games, from classics like slots to bingo, luckyclub.live