A.
KONSEP
DAN PENANGANAN PADA PASIEN DENGAN EATING
DISORDER (GANGGUAN MAKAN)
Gangguan makan
dapat digambarkan pada rentang individu anoreksia yang makan terganggu sedikit
atau melaparkan diri, individu bulimia yang makan dengan cara yang sembarangan,
dan individu gemuk yang makan terlalu banyak (White, 1991). Ada banyak trumpang-tindih
diantara gangguan makan : 30%-35% individu dengan berat badan normal yang
mengalami bulimia mempunyai riwayat anoreksia nervosa dan berat badan rendah.
Dalam satu diantara banyak negara,
terdapat beberapa orang yang secara sengaja membuat diri mereka sendiri lapar
dan terkadang sampai meniggal. Mereka terobsesi dengan berat badan dan
bermaksud untuk mencapai citra tubuh yang terlalu kurus. Ada juga yang memiliki
siklus dimana mereka makan banyak dan kemudian berkeinginan untuk menghilangkan
kelebihan makan mereka, antara lain dengan memuntahkannya. Pola yang
disfungsional ini adalah dua tipe utama dari gangguan makan, yaitu anoreksia
nervosa (anorexia nervosa) dan
bulimia nervosa. Gangguan makan (Eating
disorder) memiliki karakteristik pola makan yang terganggu dan cara yang
maladaptif dalam mengontrol berat badan. Seperti gangguan psikologis lainnya,
anoreksia dan bulimia sering disertai dengan berbagai bentuk psikopatologi,
termasuk depresi, gangguankecemasan dan gangguan penyalahgunaan zat.
Anoreksia nervosa dan bulimia nervosa
dahulu duduga jarang sekali terjadi, namun peningkatanya semakin terlihat di
Amerika dan negara maju lainnya. Mayoritas kasus terjadi pada wanita, terutama
wanita muda. Meskipun gangguan ini biasanya berkembang di masa dewasa ataupun
dewasa akhir, gangguan ini mulainya muncul pada masa remaja dan dewasa awal
ketika tuntutan untuk menjadi kurus sangat kuat (Beck, Casper, & Anderson,
1996). Seiring dengan meningkatnya tekanan sosial ini, makin meningkat pula
tingkat gangguan makan. Kira-kira 0,5 % (1:200) wanita dilingkungan kita
mengidap anoreksia nervosa (APA, 2000). Tingkat prevalensi penderita bulimia
nervosa dikalangan wanita diperkirakan berkisar antara 1% dan 3% (APA, 2000).
1. Anoreksia
Nervosa
Anoreksia
(Anorexia) berasal dari bahasa Yunani
an, yang artinya “tanpa”, dan orexis artinya “hasrat untuk”. Anoreksia
memiliki arti “tidak mamiliki hasrat untuk makanan”, yang sesungguhnya keliru,
karena kehilangan nafsu makan diantara penderita anoreksia nervosa jarang terjadi.
Namun demikian, penderita mungkin menolak makan berlebih dari yang dibutuhkan
untuk mempertahankan berat badan minimal sesuai tinggi badan dan usia mereka.
Sering terjadi, mereka melaparkan diri hingga mencapai suatu titik yang
membahayakan. Anoreksia nervosa berkembang pada remaja awal dan akhir, antara
usia 12 – 18 tahun, namun kemunculan pada usia yang lebih awal atau lebih tua
juga terkadang ditemukan.
Walaupun
anoreksia pada wanita jauh lebih umum terjadi dibandingkan pada pria, jumlah
pria muda yang menunjukkan anoreksia makin bertambah. Banyak pria yang menekuni
kegiatan olahraga, seperti gulat, mengalami tekanan untuk menjaga berat badan
yang lebih rendah. Remaja putri dan wanita penderita anoreksia hampir selalu
mengingkari bahwa berat badab mereka turun terlalu banyak. Mereka akan
mengatakan bahwa kemampuan mereka untuk menghadapi latihan yang melelahkan
menunjukkan kebugaran tubuh mereka. Wanita dengan gangguan makan sering kali
melihat diri mereka lebih berat dibanding dengan wanita normal lain dengan
berat badab yang sama (Horne, Van Vactor, & Emerson, 1991). Orang lain
melihat mereka sebagai “kulit membalut tulang”, namun wanita anoreksia memiliki
citra tubuh yang terdistorsi dan akan tetap melihat diri mereka terlalu gemuk.
Meskipun mereka secara sengaja membuat diri mereka lapar, mereka akan
menghabiskan hari-hari mereka dengan berpikir dan membicarakan makanan, dan
bahkan mempersiapkan makanan untuk orang lain (Rock & Curran-Cellentano,
1996).
a. Subtipe
dari anoreksia
Ada
dua subtipe umum dari anoreksia, yaitu tipe makan berlebihan/ membersihkan dan
tipe menahan. Tipe pertama ditandai oleh episode yang sering makan berlebihan
dan memuntahkannyaterjadi pada bilmia, individu penderita bulmia tidak
mengurangi berat badan mereka sampai tingkat anoreksis. Perbedaan subtipe
anoreksia didukung oleh perbedaan dalam pola kepribadian. Individu dengan tipe
makan/ atau muntah cenderung memiliki masalah yang berhubungan dengan kontrol
impuls, dimana peningkatan episode makan berlebihan mungkin melibatkan
penyalahgunaan zat atau mencuri (Garner, 1993). Mereka cendrung untuk
berganti-ganti antara periode kontrol yang kaku dan prilaku impulsif. Mereka
yang memiliki tipe menahan cendrung secara kaku bahakn secara obsesif
mengintrol diet dan penampilan mereka.
b. Komplikasi
medis dari anoreksia
Anoreksia
dapat mengakibatkan komplikasi medis yang serius yang dalam kasus ekstrim dapat
berakibat fatal. Berkurangnya berat tubuh sebesar 35% dapat menimbulkan anemia.
Wanita yang menderita anoreksia biasanya juga memiliki masalah kulit seperti
kulit kering, kulit pecah, rambut lepek, bahkan perubahan warna yang menjadi
kekuningan akan muncul beberapa tahun setelah berat badan naik kembali.
Komplikasi kardiovaskular melibatkan gangguan hati, hipotensi (tekanan darah
rendah), dan dihubungkan dengan pusing saat berdiri, terkadang menyebabkan
pingsan. Menurunnya proses pencernaan makanan dapat menyebabkan masalah
gastrointestinal seperti konstipasi, sakit pada perut, dan obstruksi atau
kelumpuhan dari bowel atau intestinal. Siklus menstruasi yang tidak teratur
juga sering terjadi, dan amenorrea
(tidak mengalami menstruasi) adalah bagian dari definisi klinis pada wanita
penderita anoreksia. Otot yang melemah dan pertumbuhan yang tidak normal pada
tulang dapat muncul, menyebabkan tinggi tubuh yang berkurang dan osteoporosis.
Angka kematian dari anoreksia diperkirakan antara 5% sampai 8% selama periode
10 tahun, dengan kebanyakan kematian disebabkan oleh bunuh diri atau komplikasi
medis yang dihubungkan dengan penurunan berat badan yang parah (Goleman, 1995).
2. Bulimia
Nervosa
Bulimia
berasal dari bahasa Yunani bous, yang
artinya “sapi” atau “kerbau” dan limos
yang artinya “rasa lapar”. Gambaran tidak indah yang terinspirasi dari arti
istilah tersebut adalah makan yang terus-menerus, seperti sapi yang memamah
biak. Bulimia nervosa adalah gangguan makan yang memiliki karakteristik episode
yang berulang untuk menelan makanan dalam jumlah besar, diikuti dengan
penggunaan cara-cara yang tidak tepat untuk mencegah pertambahan berat badan.
Hal ini bisa melibatkan mengeluarkan makanan dengan memaksa diri untuk
memuntahkannya; menggunakan obat pencahar, diuretik, atau enemas, berpuasa atau
menjalankan latihan fisik yang berlebihan. Wanita dengan bulimia mungkin
menggunakan dua atau tiga strategi untuk mengeluarkan misalnya dengan
memuntahkan dan obat pencahar (Tobin, johnson, & Dennis, 1992). Meskipun
penderita anoreksia berbadan sangat-sangat kurus, individu yang menderita bulimia biasanya memiliki berat
badan normal. Namun, mereka memiliki perhatian yang berlebihan mengenai bentuk
tubuh dan berat badan.
Individu
penderita bulimia biasanya mencolok tenggorokan mereka untuk menimbulkan
perasaan ingin muntah. Kebanyakan berusaha untuk menutupi prilaku mereka.
Ketakutan akan bertambahnya berat badan merupakan faktor yang konstan. Meskipun
perhatian yang berlebihan terhadap bentuk tubuh dan berat badan adalah ciri
yang utama dari bulimia dan anoreksia, individu yang menderita bulimia tidak
mengejar berat badan yang sangat –sangat kurus seperti individu dengan
anoreksia. Berat badan ideal mereka sama dengan wanita yang tidak memiliki
gangguan makan.
Makan
berlebihan biasanya muncul diam-diam, dan biasanya dirumah pada saat siang
ataupun sore hari (Drewnowski, 1997; Guertin, 1999). Makan berlebihan biasanya
berlangsung selama 30 sampai 60 menit dan ditujukan untuk mengonsumsi makanan
yang seharusnya dihindari seperti makanan yang manis dan kaya akan lemak.
Penderita biasanya merasa kurang dapat mengontrol kebiasaan makan berlebihan
dan dapat mengonsumsi 5000 sampai 10000 kalori sekaligus. Seorang wanita muda
menjelaskan nahwa ia memakan segala yang tersedia di dalam lemari es, bahkan
sampai menghabiskan mentega dari tempatnya dengan menggunakan jari. Episode
perlanjut sampai ia kelelahan atau merasakan sakit perut yang menyakitkan,
ingin muntah, atau kehabisan makanan. Rasa mengantuk, bersalah, depresi,
biasanya ikut menyertai tetapi makan berlebihan dirasakan menyenangkan karena
melepaskan diri dari aturan diet.
Usia
rata-rata dari terjadinya bulimia adalah
remaja akhir, ketika tekanan tentang diet dan ketidakpuasan bentuk tubuh atau
berat badan berada pada puncaknya. Bulimia nervosa biasanya mempengaruhu wanita
kulit putih (non Hispanik) pada tahap remaja akhir atau dewasa awal (APA,
2000). Walaupun tersebar keyakinan bahwa gangguan makan, terutama anoreksia
nervosa, lebih umum terjadi diantara orang-orang berada, bukti-bukti
menunjukkan tidak ada hubungan yang kuat antara status sosial ekonomi dan
gangguan makan (Wakeling, 1996). Pendapat bahwa gangguan makan berhubungan
dengan status sosial ekonomi tinggi mungkin menunjukkan kecendrungan pada
pasien-pasien yang berada untuk mendapatkan perawatan. Pada kenyataanya,
tekanan sosial pada wanita muda dalam usaha untuk mencapai tubuh ideal yang
sangat kurus terdapat pada golongan status sosial ekonomi manapun.
a. Komplikasi
medis dari Bulimia
Bulimia
juga berhubungan dengan banyak komplikasi medis. Kebanyakan disebabkan karena
muntah yang terus-menerus. Dampak yang mungkin terjadi adalah iritasi pada
kulit sekitar mulut disebabkan karena seringnya kontak dengan asam lambung,
terhambatnya air liur, peluruhan enemal gigi, dan karang gigi. Asam yang timbul
dari muntah, dapat merusak reseptor rasa pada lidah, membuat orang menjadi
kurang sensitif terhadap rasa dari makanan yang dimuntahkan (Rodin dkk, 1990).
Penurunan sensifitas terhadap rasa yang tidak enak dari makanan yang
dikeluarkan dapat berperan dalam mempertahankan prilaku memuntahkan. Siklus
makan banyak dan memuntahkannya dapat menyebabkan sakit pada perut, hiatal
hernia, dan keluhan perut lainnya. Tekanan pada pankreas dapat menghasilkan pankreatitis
(rasa panas), yang merupakan situasi darurat medis. Gangguan fungsi menstruasi
juga ditemukan pada 50% wanita penderita bulimia yang memiliki berat badan
normal (Weltzin dkk, 1994). Penggunaan obat pencahar yang berlebihan dapat
menyebabkan diare berdarah dan ketergantungan pada obat pencahar, sehingga
individu tidak dapat melakukan fungsi pencernaan yang normal tanpa bantuan obat
pencahar. Pada kasus ekstrem, organ-organ pencernaan akan kehilangan respon
refleknya untuk menekan zat-zat sisa. Memakan makanan asin dalam jumlah banyak
dapat menyebabkan kejang-kejang dan pembengkakan. Muntah yang berulang atau
penyalahgunaan obat pencahar dapat menyebabkan kekurangan potasium, membuat
obat-obat melemah, fungsi jantung tidak normal, atau bahkan kematian mendadak
ketiksa diuretik juga digunakan. Dan seperti pada anoreksia, menstruasi juga
dapat berhenti.
1. Penanganan
Anoreksia Nervosa dan Bulimia
a. Terapi
Anoreksia
Klien anoreksia
nervosa dapat sangat sulit diterapi karena mereka sering kali menentang terapi
dan tampak tidak tertarik dengan terapi yang disebabkan oleh penyangkalan
mereka bahwa ada masalah. Tempat terapi meliputi unit khusus rawat inap
gangguan makan, program hospitalisasi persial atau program terapi sehari, dan
terapi rawat jalan. Pilihan tempat terapi bergantung pada keparahan penyakit,
seperti berat badan, gejala fisik, lamanya perilaku makan berlebihan dan
pengurusan, dorongan untuk langsing, ketidakpuasan terhadap tubuh dan adanya
kondisi psikiatri komorbid (White & Litovitz, 1998). Komplikasi utama yang
mengancam jiwa dan menunjukkan kebutuhan untuk masuk rumah sakit adalah
ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan metabolik yang berat, komplikasi kardiovaskular,
penurunan berat badan yang parah dan akibatnya (Patel et all, 1998), dan
beresiko bunuh diri. Terapi rawat jalan berhasil dengan baik pada klien yang
sakit selama kurang dari 6 bulan, tidak makan berlebihan dan melakukan
pengurusan, serta mempunyai orang tua yang mungkin berpartisipasi secara
efektif dalam terapi keluarga (Helmi, 2000).
1) Penatalaksanaan
Medis
Penatalaksanaan
medis berfokus pada perbaikan berat badan, rehabilitas nutrisi, rehidrasi, dan
koreksi ketidakseimbangan elektrolit. Klien diberi makanan dan kudapan dengan
gizi seimbang, secara bertahap ditingkatkan asupan kalorinya sampai tidak
normal yang sesuai dengan ukuran tubuh, usia dan aktifitasnya. Klien yang
mengalami malnutrisi berat mungkin memerlukan nutrisi parenteral total,
pemberian makan melalui selang, hiperalimentasi untuk memberikan asupan nutrisi
yang adekuat. Akses klien ke kamar mandi biasanya diawasi untuk mencegah
prilaku pengurasan saat klien mulai makan lebih banyak. Penambahan berat badan
dan asupan makan yang adekuat paling sering menjadi kriteria untuk menentukan
keefektifan terapi.
2) Psikofarmakologi
Beberapa
kelas obat-obatan telah diteliti, tetapi sedikit yang menunjukkan keberhasilan
secara klinis. Amitriktilin (elafil) dan siproheptadine antihistamin (periactin)
dalam dosis tinggi (sampai 28 mg/hari) dapat meningkatkan penambahan berat
badan pada pasien rawat inap dengan anoreksia nervosa (helmi, 2000; petterson
& michael, 1999). Fluoksetin (frozac) menunjukkan beberapa keefektifan
dalam mencegah relaps pada klien yang berat badannya telah pulih sebagian atau
pulih total (petterson & michael, 1999). Pemantauan yang ketat dibutuhkan
karena penurunan berat badan dapat menjadi efek samping fluoksetin.
3) Psikoterapi
Terapi keluarga
dapat bermanfaat bagi keluarga dari klien yang berusia kurang dari 18 tahun.
Keluarga yang menunjukkan enmeshment, batasan yang tidak jelas diantara anggota
keluarga dan kesulitan mengatasi emosi dan konflik, dapat dimulai menyelesaikan
masalah tersebut dan meningkatkan komunikasi dalm keluarga. Terapi keluarga
juga berguna untuk membantu anggota keluarga menjadi partisipan yang efektif
dalam terapi klien. Studi menunjukkan dalam keluarga yang disfungsional dapat
memerlukjan weaktu dua tahun untuk menunjukkan perbiakan fungsi (gowers dan
north, 1999; North et al, 1997)
Terapi
individual untuk klien anoreksia nervosa dapat diindikasikan pada beberpa
keadaan, seperti jika keluarga tidak dapat berpartisipasi dalam terapi
keluarga, jika klien lebih tua atau berpisah dari keluarga inti, atau jika
klien mempunyai masalah individual yang membutuhkan psikoterapi. McIntosh et
al. (2000) melaporkan bahwa fungsi interperasonal dapat diperbaiki dan gejala
dikurangi dengan terapi yang berfokus kepada masalah berduka, perselisihan
interpersonal, defisit interpersonal, dan transisi berat.
b. Terapi
Bulimia
Sebagian besar
klien bulimia diterapi rawat jalan. Masuk rumah sakit akan diindikasikan jika
perilaku makan berlebihan dan pengurasan tudak terkontrol dan status medis
klien memburuk. Sebagian besar klien bulimia mempunyai berat badan yang
mendekati normal sehungga mengurangi perhatian tentang malnutrisi berat (yang
merupakan satu faktor pada klien anoreksia nervosa).
1) Terapi
Kognitif Perilaku
Terapi
kognitif perilaku ditemukan sebagai terapi yang paling efektif bagi bulimia
(Helmi, 2000). Pendekatan rawat jalan ini sering kali menggunakan manual yang
terperinci untuk memandu terapi. Strategi yang dirancang untuk mengubah
pemikiran klien atau kognisi dan tindakan (prilaku) tentang makanan yang
berfokus pada tindakan menghentikan siklus diet, amakan berlebihan, dan
pengurasan serta mengubah pemikiran dan keyakinan disfungsional klien tentang
berat badan, citra tubuh dan seluruh konsep diri (Helmi, 2000). Kombinasi
terapi kognitif perilaku dengan psikoedukasi yang menggunakan format individu
maupun kelompok terbukti efektif dalam hal hasil, biaya, dan kepuasan klien
(White, 1999). Agras et al (2000) menemukan bahwa terapi kognitif perilaku
menghasilkan perbaikan yang lebih cepat pada klien bulimia daripada psikoterapi
interpersonal.
2) Psikofarmakologi
Sejak
tahun 1980-an beberapa studi yang terkontrol dilakukan untuk mengevaluasi
kefektifan antidepresan untuk mengobati bulimia. Obat-obatan seperti desipramin
(norpramin), imipramin (tofranel), amitriptilin (elafil), nortriptilin
(pamelor), fenelzin (nardil), dan fluoksetin (frozak) diresepkan dengan dosis
yang sama dengan yang biasa digunakan untuk mengobati depresi. Pada semua studi
antidepresan lebih efektif daripada plasebo dalam mengurangi makan yang
berlebihan. Obat juga memperbaiki mood dan mengurangi preokupasi dengan bentuk
dan berat badan (Helmi, 2000; Petterson & Michael, 1999). Akan tetapi hanya
22%-25% klien yang mengalami abstinense total dari makan yang berlebihan dan
pengurusan diakhir terapi (Agras, 1997; Helmi, 2000).
Videbeck, Sheila. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC
Jeffrey S. N. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta : Erlangga
Stuart,
G.W & Laraia, MT. (2005). Principles
and Practice of Psychiatric Nursing 8th
Edition. St. Louis: Mosby.